MinyaKita Milik Kita, Kok Harganya Bisa Naik?

MinyaKita Milik Kita, Kok Harganya Bisa Naik?
Oleh Vina Meilany
Pendidik Generasi dan Aktivis Muslimah
Kenaikan minyak goreng merek MinyaKita tidak masuk akal, padahal Indonesia penghasil sawit terbesar. Sebagaimana dikutip oleh TEMPO.CO, Jakarta (Sabtu, 20/07/2024) – Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai langkah pemerintah menaikkan harga eceran tertinggi (HET) MinyaKita dari Rp14.000 menjadi Rp15.700 tak masuk akal. Dengan bahan baku minyak goreng, Indonesia merupakan eksportir minyak sawit mentah (CPO).
“Tidak masuk akal melimpah ruah CPO kita, tapi harga minyak goreng malah naik,” saat dihubungi Tempo ujar Tulus
Stok awal CPO pada Januari 2024 sebesar 3,146 juta ton, merujuk laporan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Dari jumlah produksi, jumlah ekspor mencapai 2,802 juta ton, konsumsi dalam negeri mencapai 1,942 juta ton.
Kenaikan minyak goreng merek MinyaKita banyak dikeluhkan oleh masyarakat khususnya masyarakat ekonomi menengah ke bawah, mulai dari pedagang, konsumen dan pelaku UMKM. Kondisi ini tentu makin menyulitkan bagi konsumen rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pengeluaran mereka akan bertambah, belum lagi kebutuhan lain yang harus dipenuhi. Bagi pedagang pendapatan mereka akan menurun dan juga kehilangan konsumen, akibat makin tingginya modal pedagang dan biaya produksi.
Sebagian besar rakyat di negeri ini sulit menjangkau minyak goreng, padahal negeri ini termasuk penghasil sawit sebagai bahan baku minyak goreng terbesar di dunia.
Hal ini menunjukkan adanya salah kelola akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme, sehingga pengaturan kebutuhan rakyat tidak pro rakyat. Apalagi negara tidak berperan dalam distribusi, dan justru dikuasai oleh perusahaan yang memperpanjang rantai distribusi dan mengakibatkan harga makin mahal.
Sistem kapitalis yang membuat negara lepas tangan dalam kebutuhan pangan rakyatnya termasuk minyak goreng. Sebagian besar lahan sawit sudah dikuasai oleh pihak swasta dengan dipermudah izin pengelolaanya oleh negara. Pihak swasta dengan leluasa menguasai rantai produksi hingga distribusi karena tidak adanya peran negara.
Kestabilan harga minyak goreng dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat, tidak akan terwujud dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme.
Sistem Islam
Berbeda dengan sistem Islam di mana kepemimpinan Islam adalah mengatur hidup rakyat sepenuhnya dikendalikan oleh negara, karena pemimpin adalah raa’in yang mengatur urusan rakyatnya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas semua persoalan yang di alami rakyatnya.
Dalam pengurusan rakyat adalah pelayanan bukan bisnis atau mencari keuntungan. Kemudian, yang harus bertanggung jawab atas pemenuhan dan berbagai kebutuhan pokok yakni negara dengan mekanisme sesuai syariat.
Minyak goreng sebagai kebutuhan pangan rakyat haruslah di penuhi oleh negara. Negara tidak boleh berlepas tangan menyerahkan urusan pemenuhan dan kebutuhan minyak goreng ini kepada pihak swasta.
Dalam Islam, negara akan menjaga pasokan produksi dalam negeri bagi para petani sawit dalam mengelola lahan. Pun akan memudahkan petani sawit untuk mendapatkan lahan. Untuk mewujudkan kestabilan harga, negara akan menciptakan pasar yang sehat. Perusahaan maupun pedagang yang menimbun minyak goreng akan mendapat sanksi tegas. Pihak swasta boleh mendirikan perusahaannya atas izin negara, tetapi tidak membiarkan pihak swasta menguasai rantai produksi pangan rakyat untuk mencari keuntungan.
Pengelolaan sawit dalam penerapan sistem ekonomi Islam, rakyat akan memperoleh minyak goreng dengan mudah dan harga murah. Hanya Islam satu-satunya yang akan menyejahterakan rakyat dan memenuhi kebutuhan rakyat dengan diterapkannya sistem Islam secara kaffah.
Wallahualam bissawab
from Suara Inqilabi https://ift.tt/N5IqvVM
August 06, 2024 at 05:55AM
Belum ada Komentar untuk "MinyaKita Milik Kita, Kok Harganya Bisa Naik?"
Posting Komentar