Lagi-lagi, Pertambangan Membawa Bencana: Syariat Islam Solusinya


Lagi-lagi, Pertambangan Membawa Bencana: Syariat Islam Solusinya

Oleh: Iffah Komalasari

(Pengajar di STT Hagia Sophia Sumedang) 

 

Masih segar dalam ingatan. Beberapa bulan yang lalu dunia pertambangan Indonesia terguncang dengan adanya kasus dugaan megakorupsi PT Timah senilai Rp271 triliun. Kasus tersebut merupakan korupsi terbesar dalam sepuluh tahun terakhir di negeri ini.

 

Belum sempat menarik lapas lega, berita seputar pertambangan Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia kembali mengejutkan kita semua. Kali ini menimpa tambang emas ilegal di Bone Bolango Gorontalo yang membawa bencana. Beberapa pihak menganalisis bahwa bencana ini bukanlah sekadar bencana alam biasa. Aktivitas manusia disebut sebagai faktor pemicunya. Ditambah dengan kondisi alam yakni hujan deras yang mengakibatkan tanah longsor di area pertambangan emas ilegal tersebut.

 

Bencana ini Tanggung Jawab Siapa?

 

Sungguh menyedihkan, ratusan orang menjadi korban. Meskipun ada sebagian yang selamat, namun mereka mengalami traumatik pasca bencana. Puluhan orang tewas sedangkan puluhan lainnya masih dalam pencarian. Peristiwa tanah longsor itu terjadi pada 7 Juli 2024 lalu, sekitar pukul 09.00. Data Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP) per 9 Juli 2024 menyatakan bahwa sekitar 148 orang jadi korban longsor, 90 selamat, 30 dalam pencarian, dan 23 orang meninggal dunia. Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Batam) Nasional, Muhammad Jamil mengatakan bahwa bencana tersebut merupakan puncak dari pembiaran. Selama ini tidak ada tindakan tegas pada para penambang ilegal. Baik dari aparat penegak hukum maupun pemerintah daerah. (mongabay.co.id, 10/7/2024).

 

Demikian pula dengan penuturan dari Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli, mengungkapkan kekhawatirannya perihal maraknya tambang ilegal atau PETI (Pertambangan Tanpa Izin) di Indonesia. Operasi tambang ilegal, menurutnya sudah pasti tidak mengikuti prinsip-prinsip Good Mining Practice (GMP) yang seharusnya menjadi standar dalam industri pertambangan. Berdasarkan catatan yang dirilis Kementerian ESDM pada 12 Juli 2022 terdapat setidaknya lebih dari 2.700 lokasi PETI yang tersebar di Indonesia. (Bloombergtechnoz.com/8/7/2024).

 

Negara Abai, Watak Dasar Kapitalisme

 

Sungguh miris, sektor pertambangan untuk ke sekian kalinya membawa bencana bagi rakyat. Banyak hal yang harus ditelaah dari bencana banjir dan longsor kali ini. Mengapa pertambangan ilegal dapat beroperasi di wilayah pertambangan milik salah satu perusahaan swasta? Aneh bin ajaib. Perusahaan tersebut tampak membiarkan terjadinya perusahaan ilegal ini. Hal ini diperparah dengan tidak adanya pengawasan dari negara terkait teknologi pengelolaan tambang. Padahal negaralah yang bertanggungjawab dalam mengendalikan usaha pertambangan berbasis mitigasi bencana. Maka, negara seharusnya menjadi pihak yang bertanggungjawab atas operasional suatu perusahaan termasuk keselamatan warga.

 

Namun memang tidak mengherankan, karena inilah watak dasar kapitalisme yang diadopsi negeri ini. Karena negara yang kebijakannya didasari oleh sistem kapitalisme memang akan lebih berpihak kepada para kapital. Negara akan abai pada kepentingan dan keselamatan rakyat. Pasalnya regulasi yang memberi izin pertambangan pada pihak swasta. Serta melarang negara ikut campur dalam pengelolaan lahan tambang. Sebaliknya, pihak swasta akan diberi kebebasan untuk mengelola lahan berizin tersebut sesuai kehendaknya berdasarkan konsep liberalisasi.

 

Sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan pengelolaan sumber daya alam berbasis investasi dengan pengelola penuh oleh para kapital atau pemodal. Negara hanya sebagai fasilitator dan regulator. Bahkan, lebih dari itu pejabat negara bisa meraup keuntungan dengan menjadi backing pelanggaran SOP pengelolaan tambang yang dilakukan oleh pengusaha atau para kapital. Inilah yang menjadikan negara memiliki posisi lemah di hadapan para pemilik modal. Sehingga efek buruknya akan terus-menerus terjadi selama negeri ini tetap nyaman menerapkan sistem kapitalisme.

 

Pertambangan dalam Syariat Islam

 

Hal ini tentu saja berbeda dengan pengelolaan tambang dalam sistem Islam. Syariat Islam tidak akan membawa dampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Tambang dalam negara Khilafah, wajib dikelola sesuai syariat Islam. Islam menempatkan negara sebagai pengurus urusan umat. Bukan pelayan para korporasi sebagaimana yang terjadi dalam sistem Kapitalisme. Dalam negara Khilafah keselamatan dan kemaslahatan rakyat merupakan hal yang pertama dan utama.

 

Islam telah menetapkan tambang dalam jumlah yang melimpah merupakan milik umum. Sehingga pengelolaannya menjadi tanggung jawab negara yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Tidak ada celah bagi siapapun untuk menjarahnya. Artinya pihak swasta atau pemilik modal dilarang mengelolanya, apapun alasannya. Adanya peraturan ini jelas akan menghindarkan pengelolaan tambang yang eksploitatif, serakah dan hanya berorientasi keuntungan.

 

Sumber daya alam bukan untuk dimiliki satu individu atau korporasi demi menguntungkan mereka. Dengan begitu, negara juga tidak boleh memberikan izin pengelolaan tambang. Begitu juga memberlakukan mekanisme tender atau lelang untuk mencari para pengelola tambang seperti yang terjadi dalam ekonomi kapitalisme.

 

Fungsi negara sebagai raa’in (pengurus). Negara akan mendorong Khilafah untuk mengembangkan teknologi tinggi yang aman untuk rakyat dan efektif untuk mengelola tambang dengan hasil optimal. Negara akan membuat regulasi yang akan memerhatikan aspek Analisis dan Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam mengelola tambang. Sebab aktivitas tambang tentu tidak lepas dari kebutuhan hidup manusia.

 

Dalam Islam tata kelola tambang berjalan dengan penuh amanah karena hal itu memengaruhi kebutuhan hidup rakyat. Negara akan mengelola tambang. Mulai dari aktivitas eksploitasi, eksplorasi, pengelolaan hingga distribusi. Semunya tanpa mengambil keuntungan sepeserpun. Negara haram menyerahkan rangkaian pengelolaan SDA ini kepada swasta. Kalaupun ingin melibatkan pihak swasta, hubungan yang terjalin tidak lebih dari akad ijarah (sewa jasa).

 

Secara tidak langsung, Khilafah akan membiayai semua kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, keamanan. Begitu juga fasilitas publik seperti infrastrukturnya menggunakan dana hasil pengelolaan SDA yang masuk dalam pos pemilikan umum baitul mal. Sungguh pengelolaan tambang di bawah mekanisme syariat Islam akan menjaga ruang hidup masyarakat dan membawa kemaslahatan dalam kehidupan mereka. Tunggu apa lagi ?

 

Wallahu’alam bish-shawwab



from Suara Inqilabi https://ift.tt/Un6z4bP
July 24, 2024 at 12:24PM

Belum ada Komentar untuk "Lagi-lagi, Pertambangan Membawa Bencana: Syariat Islam Solusinya"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel