Judol ‘Menyala’ Akibat Sekularisme Kapitalis


Judol ‘Menyala’ Akibat Sekularisme Kapitalis

Oleh : Fatmawati

Judi..menjanjikan kemenangan, judi…menjanjikan kekayaan. Bohong…kalaupun kau menang itu awal dari kekalahan.. Bohong… kalaupun kau kaya itu awal dari kemiskinan.

 

Begitulah sepenggal lagu dari Rhoma Irama. Judi memang menjanjikan kemenangan yang sangat menggiurkan. Dalam waktu yang singkat orang akan menjadi kaya, tak heran jika orang sudah ikut berjudi maka akan kecanduan.

Baru-baru ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan ada sekitar 3,2 juta warga Indonesia yang bermain judi online (CNBC, 15 Juni 2024).

Diketahui, berdasarkan data Drone Emprit, pengguna judi online di Indonesia berjumlah 201.122. Angka tersebut menempatkan Indonesia pada posisi puncak pengguna judi online di dunia (dpr.go.id, 02 Mei 2024).

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menindak pelaku judi online mulai dari pembuatan undang-undang, panangkapan dan pemblokiran ribuan rekening bandar judi serta penghapusan jutaan situs judi online namun Indonesia sepertinya lahan yang sangat subur bagi bandar judol, bukannya berkurang malah setiap tahun aktivitas judol semakin meningkat. Bahkan menurut Biro Humas PPATK M Natsir, sampai kuartal I 2024 total transaksi sudah mencapai Rp 600 triliun (CNBC, 15 Juni 2024).

Kasus judi online di Indonesia begitu sangat mengkhawatirkan sebab pelakunya mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, baik ekonomi level bawah sampai atas semuanya terpapar judol. Ini menunjukkan bahwa persoalan judi adalah persoalan sistemis berasal dari sistem yang diterapkan yaitu sistem sekuler kapitalis.

Sekularisme adalah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan akibatnya segala perbuatan tidak disandarkan pada halal dan haram, namun disandarkan pada manfaat semata, atau untung rugi. Masyarakat pun jauh dari ketaatan, keimanan semakin tergerus oleh arus sekuler yang menempatkan agama sebagai urusan individu akibatnya masyarakat sekuler sangat rapuh dan mudah tergiur dengan kemewahan duniawi melalui cara yang instan.

Sementara di era digital penggunaan gadget merupakan sebuah kebutuhan bahkan gadget selalu menemani setiap aktivitas kita. Para kapitalis juga memanfaatkan peluang ini melalui media internet sebagai lahan yang strategis untuk berjudi, dengan menghadirkan beragam bentuk judi online. Situs judi bermunculan didunia maya, tak tanggung-tanggung promosi judol menggunakan publik figur dan influenser, promosi ini menyusup ke media sosial, situs pemerintah bahkan situs lembaga pendidikan dengan demikian maka tidak heran jika masyarakat dengan mental dan keimanan yang rapuh akan mudah terpapar judol, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, kaya, miskin, pejabat, rakyat biasa menjadi pelaku judol.

Ekonomi kapitalis yang bersumber dari sekularisme juga gagal memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, kesejahteraan hanya berpihak pada kapitalis oligarki. Kebebasan kepemilikan dalam sistem sekuler menyebabkan penguasaan sumber daya alam, lapangan pekerjaan bahkan ruang hidup semuanya telah dikuasai secara rakus oleh para kapitalis oligarki. Sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan, ditambah tekanan ekonomi yang tinggi, karena harga-harga kebutuhan pokok semakin meningkat menyebabkan kemiskinan pun semakin merata dalam masyarakat. Inilah yang mendorong masyarakat tergiur mencari uang dengan cara yang cepat melalui judi.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa hampir 80% pemain judi online (Judol) di Indonesia berasal dari kalangan menengah ke bawah. (CNBC, 17 Juni 2024)

Gaya hidup hedon yang lahir dari standar kebahagiaan materialis menjadikan masyarakat tergiur impian materi dalam aktivitas judi, maka pelaku judi bukan hanya dari kalangan orang yang kesulitan dari sisi ekonomi namun juga dari kalangan konglomerat, pegawai, polisi dan mirisnya lagi anggota dewan juga ikut menjadi pelaku judi bahkan tak jarang merekalah bandar-bandar judi itu sendiri yang terafiliasi dengan jaringan judi internasional.

Kenyataannya judi tidak memberikan kekayaan namun sebaliknya memberikan kerugian baik materi maupun tekanan mental, terjerat pinjol, perceraian, bahkan pembunuhan, misalnya kasus terbaru seorang polwan membakar suaminya yang sering bermain judol. Meski demikian solusi yang diberikan pemerintah belum menyentuh pada akar masalah, berbagai upaya yang dilakukan selama ini hanya bersifat pragmatis bahkan pemerintah terkesan “tidak berdaya” dalam memberantas judol. Parahnya lagi adanya cara pandang yang keliru dari pemerintah yang menganggap pelaku judol adalah korban sehingga solusi pemerintah adalah memberikan bantuan sosial yang jelas tidak menyelesaikan masalah bahkan membebani negara serta pelaku judi tidak jera bahkan merajalela, nauzdubillah…

Sistem hukum juga tidak tegas apatah lagi memberi efek jerah misalnya saja Pasal 303 KUHP mengatur tentang perjudian “ Barang siapa melakukan perjudian diancam hukuman pidana 10 tahun penjara atau denda Rp. 25 juta, kecuali mendapat izin dari penguasa yang berwenang”. Dengan demikian jika judi yang mendapat izin (legal) tidak terkena delik hukum . Jelaslah bahwa sistem kapitalis yang berasaskan sekuler inilah yang menyebabkan judi semakin subur

Dalam menyelesaikan masalah perjudian tidak bisa dilihat hanya dari sisi pelakunya saja namun harus dilihat dari sisi lain yang dapat memicu terjadinya perbuatan judi itu sendiri. Maka islam sebagai agama yang sempurna memiliki solusi dalam masalah judi.

Dimulai dalam lingkungan keluarga sebagai lingkungan yang paling utama dan pertama yang akan membentuk keimanan individu, dimana peran orang tua sangat penting dan berpengaruh dalam mendidik anak-anaknya dengan akidah islam sejak dini. Orang tua akan memahamkan syariat dan sekaligus penerapannya, membiasakan patuh dan taat pada perintah dan larangsn Allah sehingga terbentuklah keimanan individu yang kokoh dari sertiap anggota keluarga. Merekapun tidak akan melakukan judi yang diharamkan dalam islam, sebagaimana firman Allah SWT “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah [5]:90).

Generasi muda islam akan mengisi kehidupannya dengan ketaatan serta menggunakan teknologi dalam membuat hal yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat sehingga mampu membangun peradaban yang gemilang bukan demi cuan.

Aktivitas amar makruf ditengah masyarakat berjalan dengan sempurna maka rasa peduli dan saling menjaga dalam ketaatan sangat kental dalam masyarakat islam yang memiliki pemikiran, perasaan serta aturan yang sama. Demikianlah ciri masyarakat Islam tidak individualis.

Peran negara sebagai pelindung rakyatnya tidak hanya melindungi dari ancaman jiwa namun juga dari hal-hal yang akan merusak keimanan seperti judol. Negara dengan kekuatannya yang independen dapat dengan mudah mengcounter dan menutup semua akses konten-konten negatif di dunia maya baik yang hadir dalam game, film, maupun iklan yang berseliweran di media sosial maupun dalam media cetak serta semua aktivitas yang akan merusak pemikiran umat.

Negara juga wajib mewujudkan sistem kehidupan islami, dengan penerapan sistem aturan islam atas umat, mengawasi, mendidik serta memberi sanksi tegas bagi pelaku maksiat termasuk orang yang kecanduan judi. Demikianlah sistem islam menjaga umat dalam ketaatan sehingga terhindar dari segala aktivitas haram termasuk judi. Maka satu-satunya solusi untuk kasus judol hanyalah di dalam sistem islam.

Wallahu a’lam bish ash-shawwab



from Suara Inqilabi https://ift.tt/at6eVQ5
July 16, 2024 at 05:32AM

Belum ada Komentar untuk "Judol ‘Menyala’ Akibat Sekularisme Kapitalis"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel