Jaminan Islam dalam Memenuhi Kebutuhan akan Tenaga Kesehatan


Jaminan Islam dalam Memenuhi Kebutuhan akan Tenaga Kesehatan 

Oleh Irma Faryanti 

Pegiat Literasi 

 

 

Tidak kurang dari 30 karangan bunga membanjiri Gedung Fakultas Kedokteran Kampus A Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, menyusul keputusan pencopotan Profesor. Dr. dr. Budi Santoso SP.OG(K) dari jabatannya sebagai Dekan. Ia dipecat setelah menyatakan penolakannya tentang rencana pemerintah mendatangkan dokter asing ke Indonesia.

Karangan bunga tersebut berisi dukungan terhadap Budi, mereka merasa berduka atas hilangnya demokrasi di dunia pendidikan. Dukungan pun mengalir pada dedikasi dan perjuangan sang Dekan, hal ini nampak dari penulisan tagar #saveProfBus #UntukIndonesia Sehat. Sejumlah mahasiswa, alumni dan pengajar juga melakukan aksi solidaritas untuk sang profesor. (CNN Indonesia, Kamis 4 Juli 2024)

Terkait hal ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi menyatakan bahwa tujuan didatangkannya dokter-dokter asing ke Indonesia bukan untuk bukan maksud dijadikan sebagai saingan. Melainkan untuk mengisi kekurangan tenaga medis di negeri ini, yang selama hampir 80 tahun banyak mengalami kekosongan, khususnya yang paling banyak kosong dan dibutuhkan adalah dokter gigi.

Selain itu distribusi ke puskesmas daerah terpencil juga mengalami 9 kekosongan tenaga kesehatan. Maka pihaknya mendatangkan dokter dari luar negeri untuk menangani berbagai penyakit seperti anak-anak yang menderita jantung bawaan. Diharapkan upaya ini akan mampu mengakselerasi transfer ilmu bedah toraks kardiovaskular bagi dokter-dokter lokal di negeri ini.

Mengenai pemberhentian Dekan Unair terkait kebijakan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan, Juru bicara Kemenkes, Mohammad Syahril mengatakan bahwa pihaknya tidak membawahi Unair dan tidak memiliki wewenang untuk mengatur. Jadi pemberitaan tentang pencopotan itu adalah tidak benar, juga terkait kabar akan didatangkannya 6000 dokter asing pun hanya hoax semata.

Adapun dokter yang didatangkan oleh Kemenkes adalah tim dari Arab Saudi yang bertugas di RS Adam Malik Medan, untuk melakukan operasi jantung kompleks pada 30 pada anak Sumatera Utara secara gratis. Mereka datang murni untuk menyelamatkan nyawa manusia bukan untuk mengambil lahan para dokter tersebut. Maka pihaknya sangat menyayangkan tindakan rekan sejawat yang memprotes dan menolak kedatangan tenaga medis tersebut.

Pemerintah merasa tidak ada yang salah dengan kebijakan mendatangkan tenaga medis asing, karena keberadaannya sah di mata hukum. Sebagaimana tercantum dalam UU Kesehatan pasal 248 ayat (1) yang menyatakan bahwa WNA yang boleh berpraktik di Indonesia hanyalah dokter spesialis dan subspesialis juga mereka yang telah mengikuti evaluasi kompetensi. Selanjutnya di pasal 251 disebutkan bahwa praktik bisa dilakukan jika terdapat permintaan dari fasilitas pelayanan kesehatan untuk alih teknologi dan pengetahuan dengan jangka waktu paling lama dua tahun.

Menurut data WHO, ketersediaan dokter spesialis di Indonesia menduduki peringkat ke-147 di dunia. Negara ini masih kekurangan 124.000 dokter umum dan 29.000 dokter spesialis. Sementara setiap tahunnya hanya mampu mencetak 2.700 saja. Berdasarkan data inilah pemerintah merasa harus merekrut dari luar.

Telah diketahui bersama, bahwa sektor kesehatan saat ini dijadikan lahan untuk meraih keuntungan. Keberadaan Indonesia sebagai anggota organisasi perdagangan dunia yaitu WTO dan GATS (General Agreement on Trade in Services) yang bertujuan memperluas tingkatan liberalisasi pada dua belas sektor yaitu: bisnis, konstruksi, keuangan, kesehatan, pendidikan, distribusi, transportasi, lingkungan, pariwisata, olahraga, budaya juga komunikasi.

Jelas sudah, adanya upaya kapitalisasi sektor kesehatan telah menyebabkan tata kelola dan pelayanannya dijadikan sebagai lahan bisnis yang kualitasnya menjadi bahan persaingan. Perekrutan dokter asing pun menjadi peluang untuk mencari keuntungan. Alhasil, tenaga kesehatan lokal akan semakin tersingkir dan biaya berobat akan semakin mahal.

Di sisi lain, kekurangan tenaga medis bisa diakibatkan oleh mahalnya pendidikan dokter. Seperti diketahui bersama, kedokteran adalah jurusan papan atas dengan biaya yang fantastis. Umumnya yang bisa menempuhnya hanya kalangan tertentu saja. Itulah sebabnya output yang dihasilkan pun dengan sendirinya akan terhambat. Pembiayaan yang tinggi menegaskan adanya kapitalisasi pendidikan, sehingga pada akhirnya kebutuhan rakyat akan dokter semakin lambat untuk terpenuhi. Inilah realita hidup dalam naungan kapitalisme.

Sangat jauh berbeda dengan Islam, perekrutan dokter asing pada dasarnya bukan merupakan masalah besar selama paradigma yang dipakai bukan kapitalisme liberal. Rasulullah saw. pun pernah mendapatkan hadiah seorang tabib dari Muqauqis, Raja Mesir. Dan menjadikannya sebagai tenaga medis bagi seluruh warganya. Namun, meski hukumnya boleh, negara tetap harus memegang kendali untuk mengatur urusan perekrutannya karena sektor kesehatan adalah hak publik yang wajib tersedia sebagaimana fasilitas umum, yang jika tidak terpenuhi akan menimbulkan keguncangan. Oleh karenanya tidak boleh dikapitalisasi dan dijadikan sebagai ajang bisnis.

Adapun dari sisi pembiayaan, menjadi tanggung jawab negara. Penguasa tidak akan membebankannya kepada rakyat karena semua itu adalah bagian dari tugasnya dalam mengayomi umat. Rasulullah saw. bersabda dalam HR. Muslim dan Ahmad:

“Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.”

Oleh karena itu, adalah kewajiban negara untuk menyediakan berbagai sarana kesehatan seperti: rumah sakit, klinik, dokter dan segala fasilitas yang dibutuhkan oleh rakyat. Pembiayaannya pun menjadi anggaran Baitul mal sehingga masyarakat tidak akan terbebani bahkan bisa mendapatkan pelayanan secara cuma-cuma. Penguasa juga akan mendahulukan pemberdayaan SDM dokter di dalam negeri terlebih dahulu sebelum mengambil dari luar, karena kesejahteraan, idealisme dan dedikasi para nakes juga menjadi tanggung jawab mereka.

Sejarah mencatat bagaimana Islam mampu mencetak para ilmuwan yang membawa kemajuan di bidang kesehatan khususnya kedokteran. Kita mengenal Ibnu sina, ar Razi atau az Zahrawi adalah beberapa di antaranya. Dari sisi fasilitas juga sangat dikelola dengan baik berdasarkan prinsip pelayanan penuh. Khalifah al Walid I dari Pemerintahan Bani Umayyah adalah penguasa pertama yang menyediakan institusi kesehatan dengan membangun sanatorium bagi penderita lepra, juga mendirikan bimaristan, yaitu cikal bakal sistem rumah sakit di era modern yang dilengkapi dengan dokter dan obat-obatan.

Demikianlah, betapa Islam sangat memberi perhatian penuh pada sektor kesehatan. Kegemilangan serupa akan menjadi niscaya ketika syariat diterapkan secara menyeluruh di setiap aspek kehidupan dalam naungan sebuah sistem kepemimpinan.

Wallahu alam Bish-shawwab



from Suara Inqilabi https://ift.tt/fqCBzJG
July 16, 2024 at 05:20AM

Belum ada Komentar untuk "Jaminan Islam dalam Memenuhi Kebutuhan akan Tenaga Kesehatan"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel