HARI KRIDA DAN UTOPISNYA KETAHANAN PANGAN DI ERA KAPITALISME


HARI KRIDA DAN UTOPISNYA KETAHANAN PANGAN DI ERA KAPITALISME

Oleh : Irawati Tri Kurnia

(Aktivis Muslimah)

Hari Krida Pertanian diperingati setiap tanggal 21 Juni. Adanya peringatan ini ditujukan sebagai upaya dalam menghargai kontribusi para petani dan peternak (www.detik.com, Kamis 20 Juni 2024) (1). Terasa ironis. Negara ini dikenal negara agraris, tapi selalu ada problem pangan.

 

Masyarakat selalu tercekik dengan harga yang selalu melejit. Beragam dalih disampaikan, karena banjir, momen hari besar, ataupun gagal panen karena kemarau panjang. Petani pun tak jauh berbeda, selalu tercekik karena harga saprotan (sarana pendukung pertanian) meroket. Bahkan langka. Seperti pupuk subsidi, bibit, traktor, dan lain-lain. Petani pun dihantui produk impor yang membuat hasil pertanian mereka tidak terserap ke pasar dan akhirnya merugi, juga dihantui mafia pangan.

 

Saking lelahnya berharap pada pemerintah, sampai tercetus solusi praktis. Yaitu membangun ketahanan pangan dari pekarangan rumah (www.antara news.com, Jumat 21 Juni 2024) (2). Yaitu memanfaatkan lahan di sekitar masyarakat untuk mencukupi kebutuhan secara mandiri.

 

Inilah fakta pahit kehidupan diatur dengan kapitalisme. Bahwa negara berparadigma materi, menakar kebijakan untuk rakyat dari segi untung rugi khas pedagang. Maka kebijakan yang dihasilkan banyak yang tidak pro rakyat dan petani. Seperti banyaknya lahan beralih fungsi, menjadi PSN (Proyek Strategis Negara), menjadi pabrik atau perumahan mewah. Negara pun tak berani menghadapi mafia pangan. Padahal mereka banyak mempermainkan harga komoditas pangan yang jelas merugikan rakyat.

 

Kapitalisme pun telah meracuni pola pikir rakyat. Bahwa sudah kondisi seperti ini, masyarakat masih berpikir bahwa “untung masih bisa makan”. Mereka tidak mampu berpikir kritis saat hak-hak mereka tidak dipenuhi oleh negara. Akhirnya rakyat berupaya sendiri untuk mencukupi kebutuhan mereka dan dianggap ini sebagai perjuangan hidup.

 

Berbeda dengan Islam sebagai sistem hidup yang akan mampu mewujudkan ketahanan pangan, yang bisa diwujudkan oleh Khilafah. Karena paradigma Khilafah sebagai negara penerap Islam kafah adalah sebagai raa’in (pengurus/pelayan) rakyat. Seperti sabda Rasulullah :

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR Al-Bukhari).

 

Khilafah tidak akan membiarkan rakyatnya mencukupi kebutuhan pangannya secara mandiri. Ini terwujud pada sejumlah aturan yang diterapkan. Khilafah akan menghitung kebutuhan pangan nasional, sehingga mencukupi kebutuhannya. Khilafah juga memetakan lahan sehingga diketahui jumlah lahan pertanian dan kemampuan produksinya. Larangan perizinan lahan subur dialih fungsikan, sehingga tetap bertahan sebagai lahan pertanian. Khilafah juga menerapkan kebijakan Ihyatul Mawat (menghidupkan tanah mati), Iqtha’ (memberikan tanah kepada masyarakat agar dikelola).

 

Lahan pertanian wajib digarap terus. Tidak dibiarkan oleh Khilafah adanya lahan mati. Jika dibiarkan pemiliknya selama 3 tahun, maka tanah tersebut akan diambil oleh Khilafah dan diserahkan pada warga yang mampu memanfaatkannya (berdasar ijma sahabat). Ini berdasarkan hadis Nabi :

“Siapa saja yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya menanaminya, atau memberikannya kepada saudaranya. Apabila dia menelantarkannya, maka hendaknya tanahnya diambil darinya.” (HR Al-Bukhari).

 

Khilafah akan mendukung penuh petani. Akan memberikan subsidi penyediaan bibit unggul dan pupuk yang mudah diakses serta terjangkau, bahkan gratis jika perlu. Khilafah juga menyediakan infrastruktur yang memadai, menjamin penyerapan produksi, hingga melakukan menejemen produksi yang menjamin petani menikmati kesejahteraan dari panen yang dihasilkan.

 

Khilafah akan menghilangkan kendala distribusi, seperti adanya spekulan, mafia pangan, kartel, dan sejenisnya. Harga pangan haram dipatok dengan HET (Harga Eceran Tertinggi) dan diserahkan pada mekanisme pasar, sehingga harganya terjangkau. Dengan demikian rakyat akan mudah membelinya karena murah tapi berkualitas.

 

Khilafah akan membuat kebijakan industri berbasis industri berat. Mewujudkan kemandirian industri  dengan membangun industri berat sehingga mampu menproduksi alat-alat pertanian secara mandiri tanpa bergantung negara lain. Khilafah juga akan terus melakukan riset pertanian. Dengan demikian kecukupan alat pertanian dan didukung riset teknologinya, akan bisa meningkatkan hasil pertanian; semata demi kepentingan rakyat. Bukan untuk kepentingan oligarki seperti saat ini.

 

Khilafah juga akan memaksimalkan kas negara Baitul Mal untuk membiayai subsidi petani dan pangan, serta untuk riset pangan.

 

Inilah kebijakan-kebijakan yang ditetapkan Khilafah untuk mewujudkan hak rakyat untuk mendapat ketahanan pangan. Dan rakyat pun menyadari betul hal ini. Sehingga saat mereka tidak dipenuhi haknya, maka rakyat akan menuntut haknya dan mampu bersikap kritis; melakukan amar ma’ruf nahi mungkar alias berdakwah di depan Khalifah sebagai penguasa Khilafah. Ini juga buah Khilafah mendidik rakyatnya menjadi cerdas dengan politik Islam, sehingga terbentuklah masyarakat Islami yang selalu melakukan perannya sebagai kontrol sosial. Bukan seperti masyarakat kapitalis saat ini yang saat dizalimi, mereka berupaya mencari solusi sendiri dan membiarkan negara berbuat zalim pada mereka.

 

Wallahualam Bisawab

 

Catatan Kaki :

(1)     https://ift.tt/Ce3M98v

(2)     https://ift.tt/nhtUCLO

 



from Suara Inqilabi https://ift.tt/isgqXuI
July 08, 2024 at 01:08PM

Belum ada Komentar untuk "HARI KRIDA DAN UTOPISNYA KETAHANAN PANGAN DI ERA KAPITALISME"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel