BADAI PHK MASSAL: RAPOR MERAH SISTEM EKONOMI KAPITALISME


BADAI PHK MASSAL: RAPOR MERAH SISTEM EKONOMI KAPITALISME

Amalia Elok Mustikasari

 

Perekonomian Indonesia tengah menghadapi tantangan sulit. Badai PHK masih terus mengguncang sejumlah industri padat karya seperti tekstil, garmer, mebel, alas kaki, serta makanan dan minuman. Di luar sektor padat karya, PHK juga menghampiri industri e-commerce, teknologi, media hingga startup. Sejak awal 2024 hingga saat ini, sekitar 13.800 pekerja menjadi korban PHK di industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Belasan ribu buruh itu dari 10 pabrik di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Mei lalu, pabrik sepatu Bata menutup pabriknya di Purwakarta, Jawa Barat, setelah beroperasi selama 30 tahun, yang berujung PHK terhadap 200 pekerja. Di sektor teknologi terdapat 450 orang dari emiten teknologi GOTO, PHK ratusan karyawan di Tokopedia Bytedance ini karena akuisisi dan merger. Penutupan pabrik tidak hanya berdampak pada terjadinya PHK massal, tetapi juga pada perekonomian di sekitarnya. Banyak usaha rumah kos yang gulung tikar karena tidak ada pekerja di pabrik. Sektor jasa dan pedagang mikro di sekitar pabrik juga terkena efek domino PHK. (CNBC Indonesia)

Adapun terkait PHK massal di industri TPT, hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang tidak mendukung industri dalam negeri. Indonesia kebanjiran produk TPT impor dari Cina yang harganya jauh lebih murah. Impor ini dipermudah dengan kebijakan relaksasi impor oleh pemerintah yang tertuang dalam Permendag No. 8/2024. Akibat ketentuan baru ini, pemerintah melonggarkan syarat impor 7 komoditas, yaitu Elektronik, Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan, Kosmetik dan PKRT, Alas Kaki, Pakaian Jadi dan Aksesoris Pakaian Jadi, Tas dan Katup. Khusus komoditi elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris, persyaratan pertimbangan teknis dalam penerbitan PI (Persetujuan Impor) ditiadakan/dihapus. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkap bahwa sekitar 20.000 kontainer pakaian impor dari Cina telah membanjiri pasa lokal di Indonesia. Konsumen pun beralih pada produk TPT Cina yang lebih murah. Akibatnya, produk TPT dalam negeri terus tertekan dan tidak dapat bersaing, terutama dari sisi harga. Di lain sisi, ekspor TPT ke pasar luar negeri, yaitu AS, tengah anjlok karena permintaan mereka menurun dalam beberapa tahun terakhir akibat krisis global. Kombinasi turunnya permintaan ekspor dan banjir produk asing di pasar lokal menjadikan produksi TPT dalam negeri turun dan terjadi PHK massal. (CNBC Indonesia)

Kementerian ketenagakerjaan (kemnaker) telah merilis jumlah PHK tahun 2024 (Januari-Maret). Jabar menjadi salah satu provinsi penyumbang PHK cukup tinggi di Indonesia. Angka PHK berjumlah 2.650 dengan rincian Januari sebanyak 306 pekerja terkena PHK, Februari 654 pekerja, dan Maret 1.690 pekerja. Di atas Jabar ada DKI Jakarta dengan 8.576 pekerja terkena PHK, Jawa Tengah 8.648 pekerja, Banten 941 pekerja dan terakhir Riau 666 pekerja. Kemnaker hanya mencatat PHK yang dilaporkan perusahaan melalui sistem informasi dan aplikasi pelayanan ketenagakerjaan. Tren PHK massal juga tergambar dari kaim BPJS Ketenagakerjaan. Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan mengungkapkan, pihaknya telah mencairkan manfaat jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) senilai Rp 37 miliar berupa uang tunai kepada 3.401 peserta hingga April 2024. Adapun jumlah klaim jaminan hari tua (JHT) yang telah dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 892.000 klaim dengan total Rp 13,5 triliun.

PHK massal bukan kali pertama terjadi, sepanjang tahun 2023 terdapat beberapa perusahaan besar juga melakukan PHK terhadap ratusan bahkan ribuan karyawannya, di antaranya: PT Waskita Beton Precast Tbk. memberhentikan 600 orang karyawan, PT Panarub Industry selaku produsen sepatu Adidas memberhentikan 1500 karyawan, PT Tuntex Garment Indonesia selaku produsen pakaian Puma juga melakukan PHK terhadap 1.163 karyawannya. Merujuk data kemnaker, ada 64.855 pekerja Indonesia yang terkena PHK di sepanjang 2023. Pemecatan paling banyak terjadi di Jabar, yakni 19.217 orang atau 29,63% dari total pekerja ter-PHK secara nasional.

Tingkat pengangguran juga semakin tinggi karena PHK massal. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat setidaknya ada 7,2 juta pengangguran pada Februari 2024. Meski pemerintah mengklaim bahwa angka ini sudah mengalami penurunan angka tersebut tetap saja tinggi. BPS juga mengatakan tingginya tingkat pengangguran disebabkan karena jumlah angkatan kerja yang ada, tidak terserap seluruhnya oleh lapangan pekerjaan yang tersedia. Padahal pengangguran berkolerasi dengan kemiskinan masyarakat. Hal ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam ekonomi. Janji manis Jokowi semasa kampanye untuk membuka lapangan kerja secara luas ternyata nihil realisasi. Bahkan, UU Ciptaker yang diopinikan akan membuka lapangan kerja ternyata juga gagal total. PHK massal menjadi indikasi bahwa perekonomian Indonesia sedang buruk. Pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang selama ini dibangga-banggakan ternyata dalam kondisi rentan. Meskipun pertumbuhan ekonomi stabil pada level 5%, ternyata kinerja industri dan penyerapan tenaga kerja tidak membaik. Artinya, pertumbuhan ekonomi tidak berkualitas.

Penerapan ekonomi kapitalis negeri ini, seakan memberi karpet merah bagi para pemilik modal besar/oligarki. Mereka yang bermodal besar dengan mudah mendapatkan kepemilikan sektor industri dan kekayaan akan berputar pada pemilik modal besar saja. Sedangkan perusahaan nasional dan UMKM yang memiliki modal kecil akan kalah bersaing. Keadaan perusahaan nasional dan UMKM semakin sulit dengan adanya perdagangan pasar bebas yang juga merupakan salah satu penerapan liberalisasi ekonomi. Produk di industri dalam negeri harus bersaing dengan produk industri luar negeri yang di mana proses impor semakin dipermudah oleh negara. Rapor merah sistem ekonomi kapitalis semakin jelas terlihat, karena sebagian industri kapitalis dibangun di atas sektor non rill yang permodalannya berbasis saham, bursa efek, dan ribawi. Sektor ini menjamur dengan cepat dan hasilnya bisa mencapai sepuluh kali lipat dari sektor rill dan pertumbuhan uang pun beredar dengan cepat. Hal ini akan mendorong terjadinya inflasi dan naiknya harga aset sehingga menyebabkan kebangkrutan di sektor rill sebab turunnya produksi dan investasi.

Fenomena PHK yang tidak ada ujungnya di negeri ini disebabkan oleh lepasnya tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Negara hanya menjadi regulator dan menyerahkan ketersediaan lapangan pekerjaan kepada pihak swasta yang hanya memikirkan untung semata. Kondisi pekerja juga makin sulit dengan adanya mekanisme alih daya (outsourcing) yang menjadikan pekerja minim kesejahteraan dan bisa diputus kontrak kerja sewaktu-waktu tanpa ada kompensasi berupa pesangon. Mekanisme ini merupakan akal licik perusahaan untuk mendapatkan pekerja dengan biaya murah. Outsourcing sudah mendapat protes keras dari kalangan buruh sejak dilegalkan di Indonesia melalui UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, tetapi pemerintah tetap bergeming dan memihak para kapitalis. Sistem kapitalisme dengan ide kebebasannya juga membuat oligarki bebas dalam kepemilikan. Sehingga tak ada batasan tentang hak – hak kepemilikan. Seperti Pengelolaan SDA yang itu milik umum dapat dikuasai oleh asing dan oligarki. Hal ini tentu mengurangi peluang terciptanya lapangan pekerjaan bagi rakyat. Dengan dalih investasi, pihak asing , swasta atau individu menjadi pemilik dan rakyat hanya sebagai buruh.

PHK massal juga akan mengakibatkan peningkatan angka kemiskinan yang mempengaruhi problem sosial lainnya. Akhirnya masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan sandang, pangan, pendidikan, dan kesehatan untuk keluarganya. Selain itu, tingginya angka pengangguran juga akan berimbas pada naiknya angka kejahatan, seperti perampokan harta, bahkan pembunuhan. Karena rakyat yang lapar akan terdorong untuk melakukan kejahatan demi memenuhi kebutuhannya. Tentunya hal ini akan semakin menambah beban pekerja. Di tengah kemiskinan yang menjeratnya, mereka harus berhadapan dengan maraknya tindak kejahatan yang mengancam keselamatan harta, bahkan nyawa manusia. Sayangnya negara berbasis sekuler tidak akan mampu melindungi hak-hak pekerja dan menjamin kesejahteraan mereka. Sebab, paham sekuler inilah yang melahirkan kebijakan kapitalisme yang menjadikan sistem ekonomi dan politik negara serba bebas dan liberal, cenderung memihak pengusaha dan kapital. Walhasil nasib pekerja diabaikan, mereka dibiarkan bertarung sendiri menghadapi kemiskinan di tengah badai PHK yang kian meluas. Apabila sistem ekonomi kapitalisme dijadikan standar yang mengatur perekonomian negeri ini, maka PHK besar-besaran yang berujung pada tingginya angka pengangguran dan kemiskinan tidak dapat dihindari. Inilah kezaliman terhadap pekerja yang lahir dari sistem kapitalisme.

Sistem Islam menjamin kesejahteraan rakyat, termasuk pekerja, secara orang per orang. Hal ini karena negara berposisi sebagai pengurus (raa’in) dan penanggung jawab (mas’ul). Undang-undang soal ketenagakerjaan dalam sistem Islam disusun berbasis Akidah Islam dan bersumber dari syariat Islam. Syariat Islam memiliki serangkaian aturan yang membentuk politik ekonomi Islam yang menjamin pemenuhan kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi tiap-tiap individu rakyat.

Negara Islam akan menjalankan politik ekonomi Islam dengan mekanisme langsung dan tidak langsung. Melalui mekanisme langsung: Pertama, Negara Islam akan menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis (termasuk pekerja) tidak terbebani biaya besar untuk tiga kebutuhan tersebut. Penggratisan ini niscaya terjadi karena dibiayai dari Baitul Mal yang memiliki pemasukan yang besar, terutama pada pengelolaan SDA seperti pertambangan, hutan, laut, dan sebagainya. Kedua, negara menfasilitasi rakyat supaya memiliki pekerjaan sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimiliki. Ketiga, Negara Islam melakukan industrialisasi sehingga membuka lapangan kerja dalam skala massal. Keempat, Negara Islam juga memajukan pertanian, peternakan, dan perdagangan sehingga menyerap banyak tenaga kerja. Kelima, Negara Islam juga mewujudkan iklim usaha yang kondusif dengan pemberian modal usaha, bimbingan usaha, dan meniadakan berbagai pungutan sehingga muncul banyak wirausahawan di berbagai bidang. Hal ini juga berujung pembukaan lapangan kerja. Dengan serangkaian kebijakan ini, rakyat akan terjamin mendapatkan pekerjaan. Tidak ada rakyat (laki-laki dewasa) yang menganggur.

Dengan Optimalisasi industri dalam negeri, segala kebutuhan akan tercukupi sehingga tidak diperlukan impor, utamanya kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, serta alat untuk pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian, Negara Islam tidak akan tergantung pada impor produk asing. Negara Islam akan memastikan akad kerja (ijarah) antara pengusaha dengan pekerja, di mana perjanjian kedua belah pihak harus saling menguntungkan, tidak ada yang boleh terzalimi. Hal ini sebagaimana perintah Allah melalui Rasul-Nya agar pengusaha “memperlakukan pekerjanya dengan baik. Rasulullah saw. bersabda, “Saudara kalian adalah pekerja kalian. Allah jadikan mereka di bawah kekuasaan kalian.” (HR Al-Bukhari).

Sistem ekonomi Islam juga akan menerapkan undang-undang larangan praktik ribawi dan penanaman modal asing yang bersifat haram. Islam juga akan melarang privatisasi atau dikelola korporasi kepemilikan umum yang menjadi hak rakyat. Karena itu menjadi tanggung jawab negara dan keuntungannya dikembalikan kepada seluruh rakyat. Rasulullah SAW bersabda: ” Imam/khalifah adalah pemelihara urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya”. (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Demikianlah kebijakan Negara Islam dalam mewujudkan kesejahteraan bagi pekerja dan rakyat secara keseluruhan. Pekerja akan bekerja dengan tenang tanpa akan kekhawatiran akan ancaman PHK.

Wallahu a’lam bish-shawwab



from Suara Inqilabi https://ift.tt/T7atNgV
July 09, 2024 at 12:09PM

Belum ada Komentar untuk "BADAI PHK MASSAL: RAPOR MERAH SISTEM EKONOMI KAPITALISME"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel