Lapangan Kerja Makin Sempit, Nasib Gen Z Kian Terhimpit 


Lapangan Kerja Makin Sempit, Nasib Gen Z Kian Terhimpit 

Oleh Sumiyah Umi Hanifah 

Pemerhati Kebijakan Publik dan Pendidik Generasi 

 

Pengangguran adalah musuh bersama yang harus segera disingkirkan. Keberadaannya akan menjadi bibit-bibit persoalan di tengah masyarakat. Apabila status “pengangguran” justru didominasi oleh para pemuda (Generasi Z atau disingkat Gen Z). Yang mana Gen Z ini tidak lain adalah calon-calon pemimpin bangsa. Lantas, bagaimana solusi terbaik mengatasi masalah pengangguran ini?

 

Dilansir dari (korantempo.com, Jum’at, 24/5/2024), Zafa Adelia (22 tahun), berbulan-bulan mencari pekerjaan di Jakarta. Wanita lulusan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, yang termasuk Generasi Z ini mengaku telah mengirim puluhan surat lamaran kerja, tetapi belum satupun yang diterima. Sehingga saat ini ia menyandang status “pengangguran muda”. Adelia bukan satu-satunya generasi usia muda yang terpaksa menganggur, sebab di luar sana masih banyak Adelia-Adelia lain yang bernasib sama seperti dirinya. Mirisnya lagi Gen Z saat ini disebut sebagai penyumbang terbesar angka pengangguran di Indonesia.

 

Senada dengan yang disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah, bahwasanya menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bahwasanya ada 9,9 juta penduduk Indonesia usia muda atau mereka yang dikategorikan sebagai Gen Z (pemuda usia 18-24 tahun) yang tidak atau belum memiliki pekerjaan. Dengan kata lain mereka berstatus sebagai pencari kerja yang kebanyakan adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau S1 (Sarjana) yang baru lulus sekolah atau kuliah. Diduga penyebabnya karena mereka (generasi Gen Z) ini tidak cocok antara pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar kerja. (kumparan.com, Senin, 20/5/2024)

 

Meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia menunjukkan ketidakmampuan negara dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya, yakni tersedianya lapangan kerja (khususnya bagi kaum laki-laki). Sistem kapitalisme-liberalisme yang diterapkan saat ini terbukti gagal menyejahterakan rakyat. Dalam sistem kapitalisme semua aspek kehidupan dikuasai oleh oligarki, penguasa yang menjalankan roda pemerintahan dengan sesuka hati. Penguasa tiran yang dalam setiap kebijakan ekonominya selalu memihak kepada Asing (sang pemilik modal), tanpa memperhatikan nasib rakyat. Kekayaan alam negara begitu mudah diserahkan pengelolaannya kepada asing, sehingga rakyat tidak dapat menikmati hasilnya. Akibatnya, banyak warganya yang hidup tidak sejahtera, bahkan ada sebagian wilayah Indonesia yang hidupnya di bawah garis kemiskinan. Seperti di Tanah Papua yang kaya akan biji emas, namun rakyatnya sengsara.

 

Kehidupan masyarakat kota pun tidak jauh berbeda. Mereka harus berlomba-lomba untuk mencari pekerjaan dengan gaji yang tidak seberapa. Sekadar untuk mendapatkan remahan ekonomi, mereka rela bekerja sebagai buruh, karyawan pabrik, dan pekerja rendahan lainnya. Itupun harus melalui seleksi dan persaingan yang ketat. Termasuk bersaing dengan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China yang kini terus berdatangan membanjiri negeri. Ironisnya, pemerintah Indonesia sendiri sudah tak berdaya, tentu saja karena telah dijerat dengan utang riba. Otomatis, pemerintah dengan terpaksa merelakan warganya “tereliminasi” dari kancah persaingan kerja. Akibat lapangan kerja yang makin sempit, warga negara Indonesia, termasuk kelompok Gen Z ikut terhimpit.

 

Menganggur, terlebih dalam waktu yang lama, bukan hanya merugikan individu semata. Akan tetapi berdampak buruk bagi lingkungan.

 

Menurut ahli kesehatan, pengangguran memiliki beberapa dampak negatif, baik bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, maupun negara. Pengangguran dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, baik penyakit fisik maupun penyakit psikis.

 

1. Penyakit fisik seperti: tekanan darah tinggi, jantung, dan lain-lain.

2. Kedua penyakit psikis, diantaranya: menimbulkan perasaan malu, hilang rasa percaya diri, sensitif, ketakutan, putus asa, depresi, serta dapat meningkatkan resiko bunuh diri.

 

Adapun dalam lingkup keluarga, pengangguran dapat memicu terjadinya konflik keluarga, depresi pasangan yang disebabkan karena kurangnya finansial, yang dapat mengakibatkan terjadinya pertengkaran dan perceraian. Dalam lingkup kemasyarakatan, pengangguran bisa menimbulkan hilangnya kontak sosial, menjadi penyebab utama kemiskinan, sehingga dapat memicu terjadinya kriminalitas. Sedangkan dalam level negara, tingginya jumlah pengangguran dapat berakibat fatal, yakni melemahkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Padahal, SDM yang berkualitas (kuat) akan menjadi salah satu pilar penyokong kemajuan suatu bangsa. Apalagi jika angka pengangguran didominasi oleh generasi muda, maka akan lebih parah lagi akibatnya. Sebab, pemuda adalah tonggak sejarah peradaban umat manusia. Di tangan merekalah nasib suatu bangsa ditentukan.

 

Dengan demikian, masalah pengangguran memang harus segera diatasi, dengan kata lain setiap orang yang memiliki kemampuan untuk bekerja, maka hendaklah ia bekerja (khususnya bagi kaum laki-laki). Bagi manusia, bekerja itu penting, sebab, bekerja pada hakikatnya bukan hanya soal mendapatkan penghasilan, melainkan bentuk aktualisasi diri dan bentuk kemandirian.

 

Rasulullah saw. bersabda,

“Sungguh aku benci kepada orang yang menganggur, yang tidak melakukan amal dunia ataupun amal akhirat.” (HR. At-Thabrani)

 

Meningkatnya jumlah pengangguran muda menunjukkan ketidakmampuan negara dalam mengurus urusan rakyat. Seharusnya, rakyat Indonesia dapat hidup sejahtera, sebab negeri ini memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah ruah. Negara bertanggungjawab atas nasib rakyatnya, yakni dengan cara mengelola SDA milik rakyat tersebut dan hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat. Harta tersebut dapat digunakan untuk membangun proyek-proyek lapangan kerja. Namun sayangnya, kesejahteraan dan keadilan di bawah naungan sistem demokrasi-kapitalisme hanya mimpi. Faktanya negara yang menerapkan sistem kapitalisme selalu menutup mata terhadap penderitaan rakyat kecil.

 

Berbeda dengan sistem Islam, yang memiliki aturan (kebijakan) yang lengkap untuk mengurus rakyatnya. Dengan menerapkan konsep sistem perekonomian Islam, segala permasalahan yang terkait dengan perekonomian umat akan mudah diatasi, begitu pula dengan urusan ketenagakerjaan. Khilafah akan memastikan, bahwa tidak ada satupun rakyatnya yang menganggur, terkecuali mereka yang tidak mampu (cacat, udzur, lemah, dan lain sebagainya). Khilafah akan menjadikan SDA sebagai milik umum yang pengelolaannya menjadi tanggung jawab negara. Dengan mengelola SDA secara mandiri oleh negara, maka hal ini akan membuka peluang terciptanya lapangan kerja dalam jumlah besar bagi rakyat.

 

Dalam sistem Islam, seorang khalifah (kepala negara) bertanggungjawab atas rakyatnya.

Sabda Rasulullah saw.,

“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyatnya. Ia bertanggungjawab atas rakyat yang dia urus.” (HR.Bukhari)

 

Dengan demikian, tidak ada satupun sistem pemerintahan yang lebih baik dari sistem Islam. Sebab Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna, memiliki seperangkat aturan hukum yang berasal dari Allah Swt, sehingga dijamin akan mampu menyelesaikan segala problematika umat Islam. Persoalan “pengangguran” akan dituntaskan dengan cara mengedukasi masyarakat agar mereka (laki-laki usia kerja) tidak fokus pada sektor usaha (industri) saja, akan tetapi masyarakat akan diberikan pelatihan dan keterampilan berbagai jenis pekerjaan. Diantaranya adalah program untuk mengedukasi dan sosialisasi keterampilan di bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, pertanian, peternakan, jasa, dan lain-lain. Adapun bagi kaum perempuan, akan diberikan pelatihan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menunjang fungsi utamanya yang mulia yaitu sebagai “Ummu madrasatul ula” (ibu pendidik pertama bagi anak-anaknya) dan “Ummun warabbatul bait” (ibu pengatur rumah tangga suaminya). Dalam ajaran Islam, wanita boleh bekerja, namun pekerjaannya haruslah pekerjaan yang sesuai dengan kodratnya sebagai seorang muslimah, dan tidak bertentangan dengan syarak. Oleh karena itu hendaknya kita kembali kepada sistem Islam, yang terbukti selama kurang lebih 13 abad telah memimpin dunia. Hanya Islam yang layak dijadikan sebagai solusi andalan.

 

Wallahua’lam bish-shawwab



from Suara Inqilabi https://ift.tt/Epb7sej
June 12, 2024 at 05:41AM

Belum ada Komentar untuk "Lapangan Kerja Makin Sempit, Nasib Gen Z Kian Terhimpit "

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel