PHK Massal Terus Menghantui Para Pekerja


PHK Massal Terus Menghantui Para Pekerja

 

Oleh: Yulia Ekawati

 

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang tengah marak – maraknya saat ini menjadi suatu pertanyaan besar mengapa?

Ketidakstabilan ekonomi karena berbagai kondisi global berperan dalam memicu maraknya PHK. Hal ini akan meningkatkan angka kemiskinan dan berbagai hal lainnya. Apalagi negara dengan kapitalisme meniscayakan terjadinya kemiskinan karena berpihak pada oligarki.

 

PT Sepatu Bata Tbk (BATA) terpaksa harus menyetop pabrik produksi di daerah Purwakarta, Jawa Barat. Sebanyak 233 pekerja harus menerima kenyataan pahit yaitu terkena PHK massal.

Fenomena ini merupakan kelanjutan dari banyaknya pabrik di sektor padat karya yang tutup di provinsi Jawa Barat. Hal ini diakui Ketua Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Disnakertrans Jawa Barat Firman Desa dalam Evening Up CNBC Indonesia dikutip Sabtu (11/5/2024). (CNCB Indonesia, 11-5-2024)

 

Salah satu penyebab tumbangnya perusahaan/pabrik hingga menyebabkan PHK yaitu akibat serbuan produk impor, baik yang legal apalagi yang ilegal. selain itu perang Rusia-Ukraina menyebabkan tutupnya perusahaan yang berorientasi pada sektor impor yang telah menciptakan krisis di Amerika dan Eropa sehingga menimbulkan permasalahan bagi pabrik-pabrik di dalam negeri.

 

Juga permasalahan yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19 lalu.

Penyebab lainnya adalah adanya perlambatan ekonomi di negara-negara tujuan utama pasar ekspor Indonesia, seperti Eropa dan AS. Efek domino perlambatan ekspor global di pasar-pasar utama itu jelas menurunkan kinerja industri di dalam negeri kita. Akibatnya, terjadi penumpukan stok dan berujung pada PHK.

 

Belum lagi adanya modernisasi mesin-mesin pabrik demi efesiensi biaya produksi meningkatkan potensi PHK. Kondisi seperti ini terjadi pada pabrik yang memiliki banyak pekerja.

Lebih di sayangkannya lagi pemerintah lambannyal dalam menanggulangi masalah PHK ini.

 

Padahal masalah ini bukanlah masalah baru, namun sudah terlihat sejak 2023 lalu. Selain sikap acuh tersebut, pemerintah juga tidak tegas dalam menghentikan karya impor pada perusahaan yang berorientasi pasar lokal. Juga tidak adanya langkah yang diambil untuk mengantisipasi modernisasi mesin di sejumlah perusahaan.

Belum lagi barang ekspor yang dikuasai asing, yang cukup lama bernaung di negara kita, sehingga terkadang untuk mengurangi banyaknya pekerja warga lokal lah yang mendapat imbasnya berupa PHK. Karena, realitas relasi kerja antara negara kita dan pihak asing seperti ini sejatinya rapuh. Artinya, ketika pengusaha asing tersebut sudah habis kontraknya di negeri kita, pemerintah tentu tidak berhak menahan dan menekan mereka untuk tetap tinggal demi menjaga agar jangan sampai terjadi PHK warga lokal yang menjadi pegawainya.

 

Terjadinya arus ekspor impor yang tak terkendali ini sejatinya buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalisnya, yang ada kaitannya dengan perjanjian dengan perdagangan global yang menyebabkan diterapkannya pasar bebas dalam wujud ekspor impor yang merupakan model liberisasi ekonomi.

 

Selain itu adanya revolusi industri yang merupakan transformasi besar pada manufaktur dengan mengubah sistem produksi dari cara tradisional menggunakan tangan, lalu digantikan oleh mesin. Demi menghemat biaya produksi. Ini semua tidak terlepas dari konsep ekonomi kapitalisme yang selalu berfokus pada aktivitas produksi.

Tingkat produksi yang setinggi-tingginya bahkan harus dijaga adalah metode yang paling ideal untuk mendistribusikan barang dan jasa kepada masyarakat. Keberadaan pegawai/pekerja pun menjadi salah satu faktor dan juga penentu biaya produksi. Tidak heran, jika pada kondisi tertentu produsen hendak menurunkan biaya produksi, PHK adalah salah satu konsekuensi nyata.

 

Ini semua merupakan wujud gagalnya sistem kapitalisme menjamin kesejahteraan ekonomi masyarakat. Karena Realitasnya, pemerintah selama ini hanya menjamin biaya hidup individu rakyat yang menjadi pegawai pemerintah alias ASN yang juga mendapat jaminan kesehatan sebagai salah satu fasilitas publik, juga dana pensiun setelah tidak lagi bekerja. Sedangkan, rakyat non-ASN, jelas tidak mendapatkan jaminan-jaminan tersebut, gambaran ini saja sudah menunjukkan kebijakan diskriminatif yang diberlakukan oleh penguasa kepada rakyatnya.

 

Sementara itu, di dalam Islam, fungsi penguasa adalah untuk memelihara urusan umat, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam/Khalifah itu laksana gembala (raa’in), dan dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Bekerja boleh-boleh saja bahakn merupakan cara yang dibenarkan dalam islam untuk memperoleh harta, namun harus sesuau dengan syariat islam, baik jenisnya maupun caranya.

 

Selain itu pemenuhan kebutuhan primer masyarakat merupakan kewajiban penguasa, yaitu sandang, pangan, dan papan. Tentu sebuah kezaliman jika penguasa mengabaikan perannya ini.

Islam menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat dengan berbagai mekanisme dalam sistem Islam kafah termasuk sistem ekonomi. Dimana , penguasa di bawah kekuasaan islam justru berusaha keras Negara Islam juga memberikan jaminan Perusahaan yang ada dan menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyat.

Selain itu negara dengan penerapan islam kaffah memiliki berbagai sumber pemasukan sehingga mampu mengatasi kemiskinandengan cara menjamin perolehan harta bagi setiap individu rakyat selain dari hasil bekerja, misalnya berupa pemberian harta/tanah dari negara kepada rakyatnya. Penguasa juga menutup berbagai celah pengelolaan harta yang diharamkan syarak, seperti judi online, pinjol, juga muamalah berbasis riba.

 

Wallahu a’lam.



from Suara Inqilabi https://ift.tt/vxCuDb0
May 27, 2024 at 05:31AM

Belum ada Komentar untuk "PHK Massal Terus Menghantui Para Pekerja"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel