PPDB Menjadi SPMB, dalam Sistem Ini Pendidikan Dikapitalisasi

PPDB Menjadi SPMB, dalam Sistem Ini Pendidikan Dikapitalisasi
Oleh Arista Yuristania,S.Pt
Aktivis Dakwah
Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi mengganti sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) pada 2025. Ia memaparkan perubahan dalam sistem ini terjadi pada penerimaan siswa SMP, di mana pada jenjang ini terdapat perubahan pada persentase penerimaan siswa melaui empat jalur penerimaan, seperti jalur Domisili, Afirmasi, Prestasi, dan Mutasi. Sedangkan pada SMA, lanjut Abdul Mu’ti, Sistem Penerimaan Murid Baru akan dilakukan lintas kabupaten/kota, hingga penetapannya ada pada level provinsi. (www.cnnindonesia.com)
Selain perubahan persentase penerimaan siswa, Kemendikdasmen mengganti sistem zonasi menjadi sistem domisili. Zonasi sekolah adalah jalur penerimaan siswa baru yang berdasarkan pada tempat tinggal peserta didik. Sedangkan pada SPMB, nantinya akan ada sejumlah penyesuaian baru dalam implementasi jalur domisili, sehingga bisa berbeda-beda dan tergantung daerah tempat tinggal murid. (www.cnnindonesia.com)
Berbagai perubahan mekanisme penerimaan siswa baru ini diharapkan bisa memperbaiki kondisi Pendidikan di negeri ini. Sayang perubahan itu baru sebatas mengotak-atik regulasi dan belum menyentuh akar persoalan pendidikan yang ada, yaitu pengaturan berdasarkan sistem kapitalis.
Dalam sistem ini, pendidikan dikapitalisasi sehingga tidak bisa diakses oleh semua rakyat. Layanan Pendidikan hari ini bergantung pada jumlah modalnya. Siapa yang memiliki uang, dia bisa mendapat pelayanan pendidikan terbaik dan berkualitas. Sebaliknya jika tidak memiliki cukup uang, dia hanya bisa bersekolah ditempat ala kadarnya bahkan hingga putus sekolah. Konsep seperti ini menghasilkan kesenjangan distribusi sekolah ditengah masyarakat. Belum lagi kurikulum pendidikan yang menginduk pada Barat, membuat regulasi penerimaan siswa baru tidak berdasarkan syariat. Akhirnya anak-anak banyak yang menjadi kelinci percobaan regulasi-regulasi baru.
Sangat berbeda dengan negara Islam dalam mengatur mekanisme penerimaan murid baru. Dalam sistem Islam, semua hal akan diatur berdasarkan prinsip syariah termasuk mekanisme penerimaan murid baru. Seorang ulama sekaligus pemimpin partai politik Islam ideologis Syaikh Atha’ bin Khalil dalam kitabnya Usus at-Ta’lim al-Manhaji fi Daulah al-Khilafah menjelaskan mekanisme tersebut. Dalam sistem Islam, pengelompokan jenjang sekolah didasarkan pada fakta anak didik di setiap tingkatan. Apakah dia seorang anak kecil ataukah sudah baligh. Pengelompokan ini berdasarkan hukum syariat terkait perbedaan taklif atau beban hukum usia anak-anak dan baligh.
Dalam hadis Rasulullah saw. beliau bersabda:
“Diangkat pena (tidak dibebankan hukum) atas tiga kelompok: orang yang gila yang mengalahkan akalnya sampai sembuhnya, orang yang tidur sampai terbangunnya dan anak kecil sampai dia mimpi (baligh).” (HR. Abu Dawud dalam Sunannya)
Berdasarkan syariat ini, jenjang sekolah dibedakan menjadi 3, yakni ibtidaiyah (usia 6 sampai dengan 10 tahun), mutawasithah (usia 10 sampai dengan 14 tahun), dan tsanawiyah (usia 14 tahun sampai jenjang sekolah berakhir). Jika seorang siswa telah genap berusia 10 tahun, maka hendaknya diperhatikan untuk dipindahkan ke sekolah jenjang kedua tanpa mempertimbangkan nilai prestasi belajarnya. Begitu juga jika seorang siswa telah baligh, dipindahkan ke jenjang tsanawiyah.
Pengaturan jenjang sekolah berdasarkan usia anak-anak dan baligh ini sangat unik, karena memberi pengaruh yang luar biasa kepada generasi. Anak-anak sedari sekolah akan dididik sesuai dengan beban usia mereka. Sehingga mereka siap menjadi mukallaf siap menjalani Amanah kehidupan seperti yang Allah perintahkan.
Inilah kunci mengapa sistem Islam mampu melahirkan generasi emas yang begitu luar biasa memimpin umat dan peradaban. Dalam sistem Pendidikan Islam, jumlah seluruh periode sekolah dari ibtidaiyah hingga tsanawiyah adalah 36 periode yang berlangsung secara berurutan. Masing-masing periode lamanya 83 hari. Dalam 1 tahun Hijriyah dibagi menjadi 4 periode waktu yang sama. Mekanisme ini membuat penerimaan murid baru berlangsung setiap 3 bulan sekali.
Seorang anak bisa masuk sekolah ketika usianya telah genap menginjak 6 tahun Hijriyah. Jika si murid masuk periode pertama sekolah pada usia 6 tahun tanpa mengambil cuti, maka dia bisa menyelesaikan masa belajarnya saat usianya 15 tahun. Atau jika dia mengambil cuti, maka dia bisa menyelesaikan masa belajarnya saat usia 8 tahun. Jika si anak tidak bisa menyelesaikan belajarnya hingga umur 18 tahun, maka dia diberi pilihan antara mendaftarkan diri pada akademi-akademi kejuruan atau kembali mengikuti ujian umum seperti yang pernah dilaluinya sampai berhasil agar dapat mendaftarkan diri pada perguruan tinggi.
Dalam sistem periodik sekolah tersebut diperhatikan juga perbedaan kemampuan individual para siswa. Ini dimaksudkan untuk efisiensi waktu belajar dan prestasi yang mereka miliki. Adapun untuk melaksanakan sistem periodik sekolah di pedesaan terpencil, dalam sistem Islam akan membangun kompleks sekolah “Sekolah Umum” di antara pedesaan tersebut. Dalam sistem Islam juga menyediakan sarana transportasi antar jemput bagi siswa.
Jadi dalam sistem Islam, instansi Pendidikan, anak-anak, dan orangtua tidak perlu khawatir terkait urusan penerimaan murid baru. Disamping mekanismenya jelas, sistem Islam ini juga menyediakan sekolah sesuai dengan kebutuhan wilayah. Sekpolah dalam negara yang menerapka sistem Islam, gartis bagi semua anak, baik kaya maupun miskin. Sebab Pendidikan termasuk kebutuhan publik yang wajib ditanggung oleh negara. Demikian konsep dan pelaksanaan mekanisme penerimaan siswa baru dalam sistem Islam.
Wallahualam bhisawaab.
from Suara Inqilabi https://ift.tt/Sk41Xaw
February 16, 2025 at 02:57PM
Belum ada Komentar untuk "PPDB Menjadi SPMB, dalam Sistem Ini Pendidikan Dikapitalisasi"
Posting Komentar